Jogja di pagi hari, terutama di jalanan menuju Bantul masih sangat lengang. Tidak banyak kendaraan yang lalu lalang. Terlebih, saat akan menuju daerah perbukitan Mangunan, tempat wisata dengan sejuta pesona. Dengan mengendarai mobil dari salah satu jasa sewa mobil Jogja, kami pun berangkat menyusuri jalanan mulus yang dikelilingi pohon pinus. Sebuah pemandangan yang sangat mengagumkan. Rasanya rugi kalau kami tetap berjalan tanpa berhenti sejenak, meskipun tujuan kami masih jauh.
Sebenarnya, tak banyak yang bisa kami lakukan di tempat ini selain mengagumi keagungan karya Tuhan. Deretan pohon pinus yang menjulang tinggi dengan daunnya yang saling merapat, membuat sinar matahari berebut masuk melalui celah-celahnya. Udara yang sejuk dan romantisme yang tercipta sangat pas dijadikan sebagai obat kepenatan. Tak jauh dari tempat kami berdiri, tampak sepasang muda mudi sedang melakukan prosesi foto prewedding. Mempesona. Mungkin hanya itu yang bisa kami ucapkan untuk menggambarkan keeksotisan tempat ini.
Setelah puas berfoto-foto layaknya anak muda kekinian, kami pun meneruskan perjalanan. Jalanan mendaki mulai kami lalui. Memang tidak begitu mudah untuk bisa sampai lokasi perkebunan buah yang terkenal ini. Dari hotel Jogja tempat kami menginap, hanya dibutuhkan waktu dua jam saja. Namun, itu belum termasuk waktu saat berhenti di hutan pinus tadi.
Memasuki lokasi, kami membayar biaya retribusi cukup murah, hanya Rp5.000,00. Kami pun langsung menuju tempat parkir yang sudah tersedia tanpa biaya alias gratis. Begitu turun dari kendaraan, beribu-ribu tanaman buah dengan berbagai jenis terhampar di depan mata. Mulai dari pohon durian, jambu air, jeruk, mangga, hingga buah-buah yang lain. Bahkan, ada juga peternakan sapi sebanyak 40 ekor di sana.
Kami terus menyusuri kebun buah tersebut hingga sampailah pada salah satu spot, yang konon sangat pas untuk melihat berbagai keindahan alam di bawahnya. Sebuah area yang cukup luas dan tinggi dengan dibatasi kayu yang dibuat pagar pembatas. Dari sini, kami bisa melihat kota Bantul, area persawahan, aliran Sungai Oyo, hingga pantai Parangtritis. Sebuah panorama yang sulit untuk kami tolak. Terlebih jika senja menjelang, sekitar pukul 17.00. Kami bisa menikmati indahnya sunset dari tempat ini.
Bukit Mangunan memang cukup terpencil sih. Jadi wajar saat kami tidak menemukannya di paket wisata Jogja yang pernah kami kunjungi. Untung saja ada salah satu teman kami yang mengetahui tempat ini. Rasanya rugi kalau kami sampai melewatkannya.
Meskipun terpencil, saat ini pemerintah daerah sedang berusaha mengembangkannya dengan memperbaiki berbagai fasilitas serta melengkapi dengan berbagai permainan, sehingga bisa jadi daya jual dan menjadi salah satu tempat wisata Jogja favorit. Beberapa fasilitas dan permaian tersebut antara lain outbond, flying fox, jembatan goyang, bumi perkemahan, penginapan, reflying, ruang pertemuan, kolam renang anak, lahan pembelajaran pembibitan tanaman, pembelajaran pembuatan pupuk, hingga lokasi paling nyaman untuk melamun. Hehehe…
Karena ingin menikmati semua fasilitas dan panorama yang ditawarkan, kami pun menyewa salah satu penginapan yang ada. Hawa dingin menyelimuti tempat ini begitu malam menjelang. Lampu kelap-kelip yang ada di bawahnya tampak seperti hamparan bintang di tanah. Menggigil sih, namun sayang untuk dilewatkan begitu saja. Apalagi kalau hanya untuk tidur. Setelah dirasa udara semakin menggigit tulang, barulah kami masuk penginapan. Di depan penginapan, kami lihat beberapa mobil dari jasarental mobil Jogja terparkir. Hal ini terlihat dari stiker yang terpasang di kaca belakang mobil. Sepertinya, ada wisatawan lain yang juga ingin menikmati keindahan tempat ini di malam hari.
Keesokan harinya, aktivitas pagi pun kami lakukan. Kami bermaksud meregangkan badan di tempat kemarin sambil menikmati udara sejuk. Sayangnya, pemandangan persawahan dan pemukiman penduduk yang kemarin kami lihat tidak tampak. Sebagai gantinya, terhampar kabut putih tipis yang menutupi bagian bawahnya. Udara memang sedikit mendung di pagi itu. Namun, bukannya kecewa, kami justru semakin tertarik dengan pesona kabut tersebut. Kami merasa seperti di Negeri Awan. Sungguh mengagumkan. Alhasil, kami pun berolahraga kecil di atas awan. Hahaha….
Tidak setiap hari kabut ini muncul lho. Untuk bisa menikmatinya, ada waktu-waktu tertentu yang perlu diketahui.
- Saat musim penghujan. Hamparan kabut akan dengan mudah muncul saat musim penghujan. Semakin deras hujan yang terjadi pada malam hari dan cepat reda, keesokannya pasti akan ditemukan hamparan kabut yang semakin besar. Entah teori dari mana, namun hal itu selalu terjadi. Jadi, kalau Anda ingin menemukan hamparan kabut tebal, datanglah pada saat musim hujan. Tapi, jangan lupa bawa selimut tebal ya. Sebab, dinginnya bisa membuat Anda menggigil.
- Setiap pagi hari sekitar pukul 6 juga sering terjadi kabut. Namun, biasanya tidak tebal, hanya tipis dan terpisah menjadi beberapa bagian. Buat Anda yang tidak menginap di tempat ini, memang harus pagi-pagi banget berangkatnya biar bisa menikmati pemandangan langka ini. Sebab, kabut ini akan cepat hilang seiring dengan terbitnya sinar matahari.
Untung saja, saat kunjungan kami, sang kabut bersedia menampak diri. Jadi, semakin lengkap pemandangan yang kami peroleh di tempat ini. Tidak rugi rasanya datang jauh-jauh ke tempat ini. Menjelang siang, kami bersiap-siap pulang. Rasanya belum puas sih menikmati keindahan tempat ini hanya dalam satu hari satu malam. Namun, lain kali kami bisa datang lagi ke tempat ini. Mungkin, saat itu tidak menggunakan mobil sewaan, namun bus pariwisata karena tempat ini sudah masuk dalam salah satupaket tur Jogja.